Dunia Kampus

Diposting oleh: Admin | Diperbaharui: 12 Desember 2019


Berada di lingkungan di  kampus Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi  tak ubahnya  seperti kembali ke kampung halaman. Suasananya sepi dan tenang, lingkungannya yang hijau dan bersih, sangat  mengingatkan  kehidupan  pedesaan  yang  damai , penuh kehangatan.

Walaupun   kampus hijau CWE berada di kawasan perindustrian, tepatnya di  jalan Gapura, Rawa banteng, Cibuntu, Cibitung, namun  karena desain dan bangunannya tertata apik,  dengan ruang-ruang terbuka yang sangat memperhatikan estetika,  sehingga kesan   panas atau riuh rendah khas daerah industri nyaris tidak terasa.

Kampus CWE dibangun oleh  para donatur   industriawan kelapa sawit di atas tanah  seluas 2 ha. Di lahan tersebut dibangun 2 gedung kuliah yaitu gedung 1 (4 lantai) dan gedung 2 (9 lantai). Jumlah total kelas yang tersedia sebanyak 56 ruang kelas untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar, selain  fasilitas-fasilitas  lain, seperti:  kebun kelapa sawit seluas 3 ha dan 10 ha untuk latihan dan eksperimentasi kelapa sawit yang lokasinya tak jauh dari kampus, lalu  bengkel untuk melakukan praktik mekanik dan kelistrikan; laboratorium computer;  ruang untuk mengakses dan menjelajah beragam informasi dari penjuru dunia, perpustakaan, ruang klinik, dan bahkan fitness center.

Aktivitas mulai  terbangun sejak pukul 8.00 hingga sore hari. Mahasiswa yang pada umumnya adalah perantau dari berbagai kota di  Tanah Air banyak yang menghabiskan waktunya di kampus.  Barangkali karena  lokasi kampus  yang agak jauh dengan  lingkungan  penduduk sekitar, sehingga  mahasiswa memilih   berkegiatan  di dalam kampus,  mulai dari makan  di kantin yang  disediakan oleh  kampus, olahraga, hingga belajar di perpustakaan. Fasilitas  yang sangat memadai –termasuk  gazebo untuk kongkow-kongkow--  membuat mahasiswa   merasa  betah di sana.

Tidak jauh  dari lokasi  kampus, terdapat beberapa Sekolah Tinggi. Diantaranya Sekolah Tinggi Transportasi Darat, Kampus BSI dan lain-lain. Ke depan, daerah ini diiperkirakan akan menjadi sebuah kota yang memiliki atmosfer akademik yang lengkap dan cukup komprehensif. Ini adalah sebuah nilai plus  Cibitung sebagai sebuah  "rumah belajar" bagi  ilmu-ilmu terapan.

Karena masih  berada di kawasan pinggiran, secara umum biaya hidup relatif lebih rendah dibanding Jakarta.  Namun yang masih dibutuhkan sekarang, fasilitas penunjang kebutuhan akademik seperti penyewaan buku, toko buku, dan rumah makan dengan harga yang relatif terjangkau dengan kantong mahasiswa.

Selamat datang di kampus hijau CWE!

Menyiasati “Hidup” di Cibitung

Walaupun biaya hidup di lingkungan kampus CWE tergolong murah, namun bagi sebagian mahasiwa  perantau massih dianggap mahal. Oleh karena itu, beberapa mahasiswa Menyiasatinya dengan cara  berhemat.

Dikatakan Sopiyan Pamuji, mahasiswa Teknologi Pengolahan, angkatan 2008, biaya  hidup untuk makan rata-rata satu bulan menghabiskan  Rp 400 ribu per orang. Biaya itu terasa lebih murah, karena mereka menyiasatinya dengan tinggal satu rumah dengan beberapa teman dan memasak bersama, “Kalau beli makan di warung, per hari bisa habis rata-rata Rp 20 ribu, sementara jika ramai-ramai, jumlah uang sebesar itu bisa untuk makan berdua ataupun bahkan bertiga.

Ibarat makan semangkuk berdua, menurut Sopiyan, yang penting cukup dan mengenyangkan. Ia mengaku termotivasi belajar karena  sekolahnya cukup tinggi baginya,  Satu semester biayanya, Rp 4,5 juta, uang gedung Rp 5 juta. “Dengan kuliah di sini saya sama dengan investasi, saya meyakini itu,” ujar Dadang meyakinkan.  Karena investasi, Dadang pun mengaku tidak main-main.  “Dalam belajar, saya merasa terpacu. Aapalagi  ketika SMA di Bandung, saya juara terus, tetapi di sini lebih kompetitif. Untuk juara sangat sulit, karena dari Sabang sampai Merauke ada di sini,” lanjut Dadang yang menggunakan jalur biaya sendiri.

Bagi Sopiyan, walaupun harus belajar keras,  refreshing juga tetap perlu. Untuk itu, biasanya mereka jalan-jalan ke Bekasi Square yang paling dekat dari Cibitung. Dengan naik angkutan Kota (angkot), pulang pergi menghabiskan biaya Rp 15.000. “Cukuplah sesekali bersenang-senang ke sana,” ujarnya kadang-kadang beramai-ramai menjajal naik taksi,  kurang lebih 20 menit dari lingkungaan  kontrakan  mereka.

Untuk kontrakan di Cibitung,  dengan ukuran kamar 3x5 m2 paling hanya Rp 200 ribu, dengan catatan kamar mandi di luar. Kebanyakan mahasiswa CWE memilih kontrak satu kamar berdua. Adapun  untuk kontrakan rumah  yang disekat  menjadi tiga, yakni  kamar, ruang tamu, dan dapur, harganya Rp 400 ribu/bulan

Murah, Meriah, dan Menguntungkan

Bagi Adeos Chandra, Program Studi Budi Daya angkatan 2008, Dadang Abdurrahman, Program Studi Management Logistik, angkatan 2008,  dan Sopiyan Pamuji, Teknologi Pengolahan, angkatan 2008 yang juga ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), belajar di CWE ibarat   memperoleh paket hemat;  kuliah murah meriah, tapi mengungkunnya.

Adeos,  kelahiran Semarang 22 Oktober 1988, mengaku tidak sengaja  menemukan  kampus tercinta ini. Awalnya, ketika sedang mencari-cari  tempat untuk melanjutkan kuliah, kebetulan dapat informasi dari seniornya, tentang CWE.  Serta-merta  ia pun tertarik karena  ada sponsor yang siap membantunya. “Karena sponsornya sudah jelas, makanya saya ambil. Apalagi, kebetulan orang tua saya juga  dari sawit,” ujarnya.

Cerita Dadang yang lahir 17 September 1989 lain lagi.  Putera asli Bekasi ini, benar-benar awam tentang sawit. Berhubung orang tua menghendaki  kuliah yang dekat-dekat saja –rumah Dadang tak sampai 2 km dari  kampus--, akhirnya ia menemukan CWE yang  mempunyai prospek lapangan kerja yang menjanjikkan. “Sebelum saya datang sendiri ke kampus ini, jujur saya tidak percaya dengan informasi dari kakak,” cerita Dadang. Setelah melihat sendiri dan konsultas, Dadang pun yakin  dengan pilihannya, termasuk konsekuensi jika lulus  harus ditempatkan di kebun  yang umumnya di luar pula Jawa, ia pun bersedia.

Sopiyan, ketua BEM yang lahir 22 Oktober 1988 merasa  beruntung  ditemukan  oleh CWE.  Pria yang berasal dari kota Semarang ini,  lulusan dari SMK N 7 jurusan  Teknik Listrik Industri ini awalnya ingin langsung bekerja. Namun, ketika CWE mealkukan seleksi di sekolahnya, ia termasuk lolos dari  25 orang yang diseleksi.

Selanjutnya, Sopiyan langsung difasilitasi dari perusahaan, sponsor penuh.  Untuk itu, ia mendapatkan rumah kontrakan berikut isinya, computer internet, serta uang saku per bulan Rp 500 ribu. Makan dari uang saku itu dikelola sendiri, sehingga  bisa hemat.

Awalnya Sopiyan mengaku  agak kaget kuliah di Cibitung, kalau dibandingkan dengan Semarang relatif lebih ramai di sana. Tapi, ia pun menyadari,  karena di sini  kebanyakan untuk industri,  ya wajar kalau sepi.  Ia pun  dapat memahami jika awalnya antara masyarakat dan mahasiswa masih belum bias hidup selaras.  “Tetapi seiring dengan banyaknya mahasiswa yang belajar di tempat ini, lingkungan juga ikut berkembang, “  ungkapnya. Bagi Sopiyan,  yang penting ia menemukan tempat belajar yang tepat.  Murah, meriah  dan menguntungkan.